Dia
datang dengan wajah cemberut, yang duh .... aku tak suka, wajah itu
mengingatkan aku pada musuh-musuh teroris yang seakan-akan ingin
memangsa negeri ini sampai tak berdaya. Gayanya, senyum sinisnya,
bicaranya, diamnya dan aku muak pada semua yang berhubungan dengannya.
Iya ... aku tau, dia sahabatku. Sahabat yang selama ini ada disampingku,
berjuang dan hidup di tempat yang sama, bahkan tak jarang makan dan
tidur bersama. Tapi sedihnya kebersamaan yang indah itu harus terenggut
begitu saja, kami mengalami perang dingin semenjak kebersamaan itu
terekat semakin indah. Awalnya tidak ada yang salah, kami tetap seperti
dulu, akrab dan selalu bersama, dimana-mana berdua, dimana diri ini
berada, disitu pun ada dia. Tapi seketika bencana datang menghadang,
ombak yang besar menghancurkan sendi-sendi persahabatan kami, dan yang
ada kini hanya tinggal puing-puing tak berarti.
Aku sedih .. !!
Iya
,, aku sangat sedih. Dalam waktu sekejap persahabatan yang indah itu
hancur berkeping-keping. Wajah manis berubah menakutkan, tak ada kata
yang keluar dari bibirku dan bibirnya. Bibir itu mengatup tanpa komando.
Kebahagiaan berubah menjadi kesedihan, kebersamaan berubah menjadi
perpisahan. Meski raga bersatu tapi jiwa terpisah.
Sering aku
bertanya dalam hati, kenapa ini bisa terjadi?? Mengapa kesedihan yang
sama harus terulang kembali, mengapa harus ada kesedihan setelah
kesedihan itu pergi ??
Tapi sayang, tak ada jawaban !
Pertanyaan
hanya tinggal tanya. Aku hanya manusia biasa, aku tetaplah insan lemah
yang tak punya daya. Aku tidak bisa mengelak dari bencana itu.
“
Rha, besok giliran kelompok kita untuk presentasi, tadi siang Fachri
kasih tau aku.” Aku beranikan diri menghampirinya. Aku harus bisa
melawan syetan itu. Aku tidak mau dicap sebagai orang yang suka
memutuskan tali silaturrahmi. Seperti sabda Nabi dalam sebuah hadistnya
: “Tidak akan masuk surga orang yang mendiamkan saudaranya selama
lebih dari 3 hari.”
Percuma beribadah sepanjang masa kalau
akhirnya tetap masuk neraka. Itulah kenapa aku mati-matian ungkapkan
sepatah dua patah kata padanya. Aku tak peduli apakah dia mau dengar
atau tidak, ditanggapi atau tidak aku tak peduli. Biar saja, yang yang
penting tugas dan kewajibanku selesai. Dia mengangguk sambil bergumam
pelan, aku tidak sempat mendengar gumaman itu karena aku terlanjur
mengangkat kaki dari sana, aku tak punya daya untuk terus menopang kaki
di tempat itu. Tak ada ucapan terima kasih yang aku dengar dari
bibirnya. Biarlah ! aku tak butuh ucapan terimakasih itu, yang pasti
aku lega karena kewajiban itu berhasil aku tunaikan. Setidaknya aku
tidak akan masuk neraka karenanya. Itu saja !
Lambat laun perang
dingin itu tercium juga. Teman-teman sekelas pun heran melihat aku yang
tidak seperti biasanya. Mereka yang tau aku dan kenal siap aku, mereka
yang selalu melihat aku dengan Zahra selalu bersama-sama. Tapi sekarang
.. mereka tak melihat lagi hal itu. Mungkin mereka juga sudah tau
masalah antara aku dan Zahra.
Aku ditemui Nabil setelah bel pulang sekolah di ruang kelas.
“ Syah, ada masalah ya sama Zahra ?” tanyanya sambil menarik kursi dan duduk disampingku. Mau tak mau aku harus jujur.
“ Iya, aku juga ngga tau kenapa bisa terjadi ?” ujarku.
“ Awalnya gimana sih kejadiannya ?” Nabil balik Tanya.
“
Aku rasa karena masalah kemarin, dia nanya tapi aku menanggapinya
kurang ramah. Seharusnya dia juga ngerti kalau saat itu aku lagi bingung
dan panik.”
” Kamu kenapa jawabnya kurang ramah?” protes Nabil.
”Aku kesal aja, dia ngga sopan sama aku. Memang dia anggap aku apa ?” Aku balik protes.
”
Aku tau, semuanya terjadi karena kalian sama-sama panik dan terjadilah
salah paham seperti itu. Sekarang kamu lupakan saja masalah
itu.kembalilah bersikap biasa, bersahabatlah seperti dulu. Aku ngga suka
kamu seperti itu.
” Sebenarnya aku yang salah, seharusnya aku bersikap bijaksana, tidak boleh membalas keegoan dengan keegoan yang lain.”
”
Nah ,, itu kamu tau sendiri. Sekarang kamu harus seperti dulu lagi,
sapa dan bicaralah denganya. Jangan takut dicuekin, itu tantangan mulia
untukmu. Ayo Aisyah ...berjuanglah ! sangat mulia orang yang
menghubungkan silaturrahmi.” Nabil menasehatiku. Aku bersyukur punya
teman yang perhatian dan suka mengingatkan. Dia memang teman yang baik.
” Makasih ya ,, Bil. Aku akan berjuang mengembalikan jalinan itu kembali. Mohon doanya ya !!
Aku
menggerakan bibir sambil membentuknya menjadi lebih indah, itu senyuman
paling manis yang aku ciptakan. Aku berharap senyumman itu bisa
meluluhkan hatinya. Tapi ternyata senyum itu hanya tinggal senyum.
Senyuman manisku teracuhkan begtu saja, dia melengah tanpa membalas
sedikitpun. Hatiku menyuruh sabar .. sabar .. dan tetap sabarr.
Perjuangan belum usai !!
Aku tidak boleh menyerah ...
Aku harus tetap berjuang sampai senyuman manisku dibalas dengan senyuman yang paling manis.
”
Oya ,, Rha , besok materi presentasi kita tentang wawancara, drama dan
pidato.” Lagi-lagi senyumku mengembang sambil menyapanya. Aku bersyukur
punya bahan pembicaraan supaya bisa berbicara dengannya. Dia diam saja,
lagi-lagi tanpa ucapan terima kasih. Ah ,, sudah biasa.
Hari ini
kos’an sepi, sunyi, tak ada suara-suara yang berarti. Mungkin semua
orang sibuk dengan aktivtasnya disekolah. Aku tau, di kamar sebelah ada
Zahra. Aku juga tau, hanya aku dan Zahra yang tersisa di kos’an hari
ini. Aku sengaja berangkat agak siang ke sekolah,karena aku tau Zahra
masih siap-siap di kamarnya. Aku beranikan diri menghampirinya dan
mencoba menyapanya. Bermaksud untuk mengajak beangkat kesekolah bersama,
tapi sayang sepertinya usahaku kembali sia-sia. Dia seolah-olah
menganggapku tak ada. Saat itu, tak sanggup lagi rasanya hatiku menerima
perlakuan seperti ini. Dia hanya diam saja tak perdulikan omonganku.
”
Rha ,, aku kesekolah duluan ya.” Lagi-lagi aku tabah-tabahkan hati
setelah sekali lagi dicuekin. Dalam hati aku berdoa semoga Allah
melembutkan hatinya dan bisa menerima aku kembali menjadi sahabatnya.
Sayang ,, persahabatan indah itu harus pupus di tengah jalan setelah
sekian lama membinanya
” Boleh bicara, Rha ?” Aku menghampirinya
di perpustakaan. Dia cuek, tanpa mmenoleh sama sekali, matanya lekat
tertuju pada buku yang sedang dia baca.
“ Rha ,, kamu dengar suara aku kan ?” kali ini suaraku terdengar serak.sedih sekali dicuekin seperti ini.
“ Mau ngomong apa ?” Itu suara Zahra. Alhamdulillah akhirnya suara itu terdengar juga setelah sekian lama aku menantinya.
“
Kita tidak boleh seperti ini terus Rha, diam-diaman tanpa kenal
dosa.sedih hati ini Rha, kita bersahabat sejak lama, sayang hanya karena
masalah sepele kita bermusuhan seperti ini. Mari kita rajut kembali
benang-benang itu menjadi tali ukhuwah yang lebih indah, mari kita bina
persahabatan kita kembali.” Air mataku berjatuhan dari pelupuknya. Air
mata itu mengalir mengairi pipi mulusku lalu merambas ke sela-sela
jilbab putih yang aku pakai. “Rabb ,, hati ini sedih sekali.” Batinku
pelan.
“ Terserah ....” Hanya itu jawaban darinya.
“ Terserah apanya, Rha ?”
“ Ya terserah .”
“ Kamu ga boleh seperti itu Rha, kasihlah komentar harus seperti apa hubungan kita,harus dibawa kemana persahabatan kita ?”
“
Up to you !” itu jawaban singkat yang betul-betul menyinggung
perasaanku. Sedikitpun dia tidak menghargai aku sebagai sahabatnya. Dari
jawaban ketus itu aku bisa mengambil kesimpulan bahwa Zahra tak lagi
menganggap diriku sahabatnya.
“ Terima kasih Rha atas jawabanmu,
setidaknya aku tau apa yang harus aku lakukan setelah ini. Maaf kalau
aku selama ini tidak bisa menjadi sahabat yang baik bagimu, maaf kalau
selama ini aku sering merepotkanmu dan maaf kalau aku harus mengambil
keputusan yang aku sendiri tak sanggup melakukannya.
Tapi sanggup
tak sanggup aku harus tetap menjalankannya. Air mtaku bertambah deras
membasahi pipi,suaraku gemetar tak terhingga. Sebelum beranjak aku
kuatkan hati untuk mengulurkan tangan ingin bersalaman, mungkin jabat
tangan terakhir. Alhamdulillah dia menyambutnya walaupun hanya sekilas
saja.
Aku beranjak ke luar dengan hati pilu. Keputusanku sudah bulat,
aku harus hijrah ke tempat lain. Aku tidakmau menjadi masalah disini.
Mengalah bukan berarti kalah bukan ???
Namun, sungguh sejujurnya aku tak mengharapkan kejadian ini. Aku pikir semuanya akan baik-baik saja.
Sudahlah ...
Apa dayaku ,,,
Harapan aku selama ini tak kunjung ku dapatkan, ku tak temukan lagi ”senyuman dari sahabatku”.
SAHABAT
Aku bersembunyi ..
Bukan berarti akumenghindar
Aku tenggelam..
Bukan berarti aku menghilang
Tapi..
Semua itu aku lakukan
Demi kebaikan kitabersamanya
1 komentar:
bener ikuhh ,, !! sephh .. :)
Posting Komentar